Thursday 4 May 2017

Malam ini, 22.00

Dering telepon memecah keheneningan malam. Aku tau, ini adalah waktunya kita untuk melepas penat, berdua. Seharian aku dan kamu melakukan aktivitas kita masing-masing, terhalang jarak. Aku terbiasa melakukan semuanya sendirian, aku adalah wanita manja bila didekatmu, tetapi, jarak ini selalu memaksaku untuk bisa bertahan sendiri. Pukul 22.00 adalah waktu yang sangat aku nantikan, sebab disela kesibukanmu sulit untuk mendapat waktu berbicara dengan nyaman. Pukul 22.00 ini juga memberi arti bahwa aku dan kamu akan masuk kamar bersama, walau berbeda rumah yang tidak dekat jaraknya, +500km. Tapi tak apa, kamar yang berbeda, tapi jika kita keluar dan bersama memandang langit, maka kita sadar bahwa kita berada di bawah langit yang sama, melihat bulan yang sama pula.
Hari ini, aku melihat jam, dan ya tepat pukul 22.00, rasanya aku ingin bercerita, untuk itu aku menulis karena sekarang pukul 22.00 tidak lagi sama. Masih banyak tanya terlintas dibenakku. Apakah ini benar-benar terjadi? Jika bisa di jawab, ini sudah sebulan lewat setengahnya dari waktu yang tidak ingin aku ingat. Dan memang, ini terjadi. Aku tidak paham dengan apa yang aku rasakan sekarang, boleh jadi ini namanya rindu, merindu pada apa yang sudah tidak menjadi milikku. Ajarkan aku bagaimana cara bertahan dari ini semua karena aku lihat kamu pandai dalam berbenah diri dan pergi dari segalanya. Aku sudah berjanji pada diriku untuk melepasmu, tapi semakin hari aku merasa bukannya kamu semakin jauh, namun rasanya kamu dekat denganku. Aku merasa ini hanya seperti siang hari ketika kamu meninggalkan aku dengan kesibukanmu, menanti malam hari ketika kamu datang dengan penatmu dan mencariku. Entahlah, tapi malam tak pernah datang, seakan hari selalu siang.
Dosakah aku dengan perasaan ini? Aku tidak tau apa yang terjadi, semua terasa begitu cepatnya. Keinginan untuk melepaskan justru membuat aku semakin merasa kamu dekat. Sedekat apa? Aku rasa aku berdosa pada diriku, karena aku telah menghianati komitmen yang telah aku buat bahwa aku merelakanmu untuk terbang menembus cakrawala. Akupun berdosa karena masih bermimpi tentangmu yang telah merangkai mimpi bersama dirinya. Aku bukanlah wanita yang sabar tapi aku merasa, aku masih sanggup menghadapi siang, entahlah apa yang membuat aku sekuat menahan sabar ini. Bukan perihal berharap, karena aku tau rasanya dikecewakan oleh harapan. Sebab terkadang harapan yang terwujud akan menimbulkan lebih banyak air mata daripada yang tidak. Apakah aku masih menunggumu? Aku tidak tau. Tapi apa nama dari semua ini? Ya, mungkin aku hanya merindu, rindu pada 22.00 ku.

Merpati, jika malam sudah datang, segeralah kembali, aku tau penat menyiksamu, ada dirinya yang merindu. Tapi, jika siang yang harus dijalani masih panjang, aku berdoa untukmu agar selalu diberi kekuatan hingga malam datang. Merpati... akan kembali? Aku tidak ingin berharap, walau kemungkinannya seluas langit di angkasa, karena peluangnya hanya sekecil pasir di gurun. 

Friday 21 April 2017

Merpati, kesabaran ini adalah milikmu.

Malam terasa senyap, hanya keheningnya yang senantiasa menemani saat sang rembulan mulai keluar dari peraduannya. Denting jam sedikit menyapu kesunyian, memecah kesepian, namun tak bisa membohongi suatu kesendirian. Begitu banyak narasi terngiang dikepala, narasi yang tak pernah terealisasi, narasi yang bahkan tak pernah sampai dibibir. Biarlah semua itu menjadi bagian dari diriku, sisa darimu, secuil kenangan indahmu.
Aku masih berjuang, akan tetap berjuang. Meskipun di satu titik, perjuanganku sudah cukup lama dan banyak, melelahkan rasanya, inginku sejenak berhenti, tapi dengan siapa aku bisa bersandar dan berbagi? Sosokmu sangatlah kuat, saat aku berusaha menyibukkan diriku, bahkan dari kesibukan itu, ada saja hal yang mengembalikan memori ku tentangmu. Tak ada yang baik-baik saja saat ditinggalkan seorang yang sangat berpengaruh dalam hidup, bukan hanya berpengaruh, tapi memang sudah menjadi bagian dari hidup. Aku masih bergelut dengan hatiku, tentang apa yang salah dan benar, tentang iya dan tidak. Kamu bukanlah buram tapi kamu juga bukanlah lagi biru, kamu adalah putih. Berilah warna indah dan cerah pada kehidupanmu. Lukislah semua perjalanan panjangmu dalam benak dan hatimu. Ukirlah kenangan disetiap langkahmu. Aku hanya bisa tersenyum mendoakanmu.  
Terkadang aku berpikir, apakah aku mampu hidup tanpamu? Ya, hari ini tepat 6 hari setelah aku melepasmu dan sebulan saat kamu mengatakan ingin pergi dariku. Menyakitkan jika mengingatnya tapi aku masih berpikir bahwa tujuanmu bukan menyakitiku. Tujuanmu adalah dia, sosoknya yang indah telah menyilaukanmu. Bagaimana bisa aku menodai kata-kata yang kubuat sendiri, bahwa aku ikhlas melepaskanmu? Aku hanya masih sedikit belum bisa menerima, dirinya datang begitu cepat. Mungkin tidak secepat pikiranku, dirinya sudah ada sebelum aku tiada, hanya saja aku tidak mengetahuinnya. Aku selalu ingin berpikiran bahwa dia bukanlah pelarianmu melainkan tujuanmu, tapi kenapa aku masih saja berpikir bahwa bukan dia tujuanmu? Itu adalah hidupmu, aku tidak berhak mencampurinya. Bukankah seharusnya jika memang aku mencintaimu, aku hanya harus mendoakan kebaikan untukmu? Aku selalu berdoa kepada Tuhan, untuk menghapuskan rasa ini jika memang kita tidak bisa untuk bersama. Dan akupun telah berkata bahwa aku sudah mengizinkanmu terbang. Tapi kenapa rasa ini masih selalu muncul? mungkin Tuhan merencanakan sesuatu, sesuatu yang lain tentang perasaan yang tidak dihapuskanNya ini. Sekarang, aku hanya ingin memberimu sedikit pesan, saat kamu sudah menemukan tujuanmu, tolong jagalah dengan baik, jangan lukai, jangan sakiti. Dan aku? Cukuplah aku dengan bayangmu dengan sisa rasa darimu. Terimakasih.  

Merpati, belumkah engkau lelah terbang di khatulistiwa? Menengoklah, dia merindukanmu. Dia sudah tak mampu terbang sejajar denganmu, sayapnya sudah patah. Bagaimana dia bisa mengejarmu? Tetapi terkadang dia sadar jika engkau membutuhkan yang lebih baik, bukan dirinya yang sudah tak bisa terbang mendampingimu. Dia hanya memiliki keyakinan dan kesabaran. Jangan tanyakan seberapa besar, karena kamu sudah tau jawabannya. Tapi, dosakah dia jika masih berharap bahwa engkau akan berhenti, berputar, memeluknya dengan erat dan tidak akan melepaskannya lagi? Tidak merpati, jangan menengok, terbanglah.

Sunday 16 April 2017

Aku melepaskanmu, Merpatiku...

Deru angin berhembus diantara helaian rambut membuat sejuk dan tenang. Hujan tidak membahasi belahan bumi yang kuinjak dalam beberapa pekan ini, namun jalanan tetap terlihat basah, basah akan kenangan. Hari telah berganti menjadi minggu, dan minggu akan berganti menjadi bulan. Kenangan akan selalu membanjiri setiap langkah maupun tempat. Katakan padaku, dimana tempat yang belum pernah kita singgahi? Katakan padaku, kemana aku harus melangkah untuk dapat sedikit enyah dari kenangan ini.
Merpatiku, belum genap sebulan kamu pergi meninggalkan aku untuk kedua kalinya. Kehilangan ini bukanlah sesuatu yang aku mau. Sudah pernah aku merasakan perihnya ditinggalkan olehmu, oleh karena itu, aku berusaha menjaga dan menjadi yang terbaik agar kamu bisa tetap tinggal bukan hanya sekedar singgah. Merpatiku, aku tidak percaya semua ini terjadi, dari aku yang sangat menyayangimu, berharap memiliki atap yang sama denganmu, berharap dapat menjadi makmum dalam ibadahmu.
Masalah demi masalah datang silih berganti, namun yang kutahu semua itu dapat kita lalui walau sedikit terseok-seok. Katamu aku adalah wanita yang terkuat, katamu aku adalah tempatmu untuk kembali dari kepenatan, katamu aku adalah wanita yang baik, katamu aku adalah pilihanmu, dan semua katamu tentang aku yang selalu terngiang dibenakku. Saat, semua “katamu aku adalah...” terucap, apakah benar saat itu kamu sadar mengucapkannya? Jika memang sadar, kenapa aku ditinggalkan olehmu tanpa persiapan? Tanpa ada angin apapun, tanpa ada kabar dan berita. Semua terjadi begitu cepat, saat aku merasa semuanya masih baik-baik saja pada tempatnya.
Merpatiku, aku masih akan selalu percaya padamu, kamu tau bahwa apapun yang kamu lakukan, pintu hatiku selalu terbuka untukmu. Namun, kepergian ini menyisakan luka yang begitu dalam tancapannya. Mungkin aku pernah kehilanganmu, akan tetapi semua ini berbeda. Karena, aku yang bukan lagi anak-anak yang mengharapkan hubungan sekedarnya, aku ingin hubungan ini menjadi suatu yang sakral dimata semuanya. Tapi, tidak denganmu, pikirmu bukanlah aku orangnya. Kenapa jika memang bukan aku kamu harus berkata tentang “katamu aku adalah...” padahal cukuplah dengan jujur berkata bahwa memang aku tidak akan bisa mencapai taraf yang kamu mau.
Selama ini, perjuangan yang aku lakukan serasa sia-sia adanya, 4 tahun terbuang oleh kebohongan yang aku kira adalah sebuah kepastian. Kamu meninggalkan aku dengan alasan bahwa ini tidak akan bisa bekerja, akan tetapi kamu tidak memberitahu apa alasannya dengan jelas. Hingga banyak spekulasi yang aku buat, narasi dikepalaku tentang berbagai alasanmu. Tapi, kata seorang teman yang bertanya padamu, alasanmu pergi adalah kita berhenti pada satu titik saja dan tidak berkembang, apakah iya? Lalu kenapa kamu tidak berusaha untuk membuat kita berkembang? Alasan yang paling bisa aku terima adalah, kamu meninggalkan aku karena aku tidak baik, aku merasa bahwa kamu baru kembali dari menunaikan kewajiban dari kepercayaan yang kita anut, mungkinkah kamu mendapat hidayah sehingga kamu tidak mau memiliki kekasih hingga ikatan halal diantara kita? Aku tidak bilang aku wanita suci, oleh karena itu, aku selalu berpikiran seperti itu tentang alasanmu pergi, sehingga kita berdua bisa berbenah diri hingga menjadi manusia yang taat kepada Tuhan dan dipertemukan didepan para saksi. 
Semua itu berubah, setelah aku mengetahui suatu fakta, belum ada sebulan kita berpisah, kamu sudah memiliki tempat persinggahan yang lainnya. Aku tidak mengenalnya, aku tidak tahu siapa dia, aku tidak tahu bagaimana kalian berjumpa. 15 April adalah saksi bahwa aku melepaskanmu, dengan bingkisan janji-janji kecilku yang aku kirimkan kepadamu ditambah sepucuk surat yang menerangkan bahwa aku merelakanmu. Karena, saat kamu meminta berpisah dariku, masih ada beberapa janji yang belum dapat aku penuhi dan aku belum mampu untuk mengatakan “iya” untuk melepasmu, maka dari itu, hadiah terbesarku di hari istimewamu adalah merelakanmu. Tapi, ada hal lain yang membuat aku terkejut, seorang teman mengabari bahwa di hari tersebut, kamu telah mengumumkan kepada publik akan hubungan barumu dengannya, dengan seorang wanita yang cantik yang memehuni taraf dan standar yang kamu punya. Aku merasa bingung, apakah aku harus bersedih atau senang? Aku sedih, saat aku baru mengatakan aku merelakanmu, dihari itu juga, secepat itu aku terganti oleh sosok indah lainnya, sosok yang bukan tandinganku. Aku senang kamu sudah menemukan orang yang baru, aku hanya bisa berdoa untuk kalian berdua semoga memang kalian dipertemukan untuk berkembang berdua, seperti harapanmu seperti keinginanmu yang tidak bisa kamu dapat dariku. Tapi apakah secepat itu aku tergantikan? 4 tahun kamu mengenal aku, berkata tidak akan melupakan aku, tapi dalam waktu 3 minggu kamu sudah mampu berbenah memulai hubungan baru yang lain. Salahku, karena aku tidak peka, status yang ada di media sosialmu ternyata adalah singkatan nama wanita itu jika dibalik. Aku tidak menyangka pada awalnya, karena nama itu tertulis seminggu setelah kamu pergi. Kamu berkata kamu tidak akan mencari pelarian, tapi apakah secepat itu hati dapat berubah? Ya mungkin memang kalian sudah mengenal lama, selama aku tidak tahu, jadi kamu tidak mengatakan bahwa dia adalah pelarian melainkan tujuan. Untuk itu, kamu meninggalkan aku demi tujuanmu, bukan pelarianmu.
Aku berusaha menerima semua ini dengan lapang dada, dengan rasa bahagia dan senyum lebar tersungging dibibir ini, walau aku tahu hatiku telah hancur sehancur-hancurnya. Tapi untuk apa aku berusaha menolak semua ini? Semakin aku menolak maka akan terasa semakin sakit tancapannya. Memang sesuatu ujian dan sesuatu yang menyakitkan hanya butuh sebuah penerimaan. Hingga suatu hari, hati ini telah bisa kembali dengan tambalannya. Hati yang pernah terluka, tidak akan sama, orang yang pernah terluka, tidak akan sama. Aku berbicara tentang kuat, dikesakitan ini aku masih berusaha mencari pembelajaran yang dapat diambil, seperti aku belajar tentang melepaskan, merelakan, kesabaran, dan tentunya kekuatan untuk terus berjuang.



Bukan tugas seorang wanita untuk memperbaiki a broken man karena dia yang seharusnya bertanggung jawab akan dirinya sendiri.” – kata seorang teman. Merpatiku, jika memang aku sudah berusaha membantumu untuk menjadi lebih baik tapi ternyata sia-sia, berarti tugasku sudah selesai. Bukan aku orang yang tepat untuk merubahmu jadi lebih baik. Untuk itu merpatiku, 
Aku pergi... Aku melepasmu... Aku merelakanmu...

Tuesday 10 May 2016

Pikiranmu adalah penjara bagimu, merpatiku

Merpati terbang tinggi di cakrawala, menuntut kebebasannya dengan penuh kegelisahan, kebebasan yang sesungguhnya telah dan selalu ia dapatkan, hanya pikirannya yang senantiasa mengurung dirinya dalam penjara kekangan, bukan rumahnya. 
Tak pernah ada keinginan ataupun pikiran untuk membuat dirimu merasa dikekang bahkan merasa tak bisa bebas menjadi dirimu sendiri. Terbanglah jika kamu mau, pergilah jika kamu ingin. Begitu lelahnya aku mengartikan semua yang menjadi kehendakmu. Aku berusaha menjadi aku yang lebih baik untukmu, memantaskan diri, menjaga diri, dan bersiap diri dengan segala yang ada didepan nanti. Tak pernah ada sedikitpun bayangan bahwa hati dan logika ini ingin mengunci dirimu hanya untuk diriku seorang. Karena aku tau, saat menerima seseorang didalam hidup kita, maka kita juga harus mau menerimanya sepaket dengan segala yang ada disekitar dirinya. Aku tak sadar jika aku menghalangi kepakan sayapmu karena memang aku tak bermaksud melakukan hal itu atau aku mungkin memang melakukannya hanya saja aku tidak dengan sengaja telah melakukannya. Maaf jika telah melukai dirimu dengan membatasi bentangan sayapmu yang lebar. Tapi ketahuilah, aku tak pernah inginkan hal itu terjadi. Entah apa salahku sehingga masih saja dirimu merasa bahwa aku mengurungmu..
Dalam benak ini muncul beribu tanya yang ingin sekali kutanyakan langsung pada dirimu sebagai orang yang telah membuat ribuan pertanyaan ini muncul. Sampai kapan semua ini akan berjalan lambat dan datar? Apakah sampai kamu menyadari apa yang kamu lakukan ini sangat menyakitkan? Apakah kamu yakin saat kamu tersadar aku masih sanggup berdiri disini? Apakah harus pada titik dimana kamu kehilangan aku dan menyesali semuanya seperti aku yang kehilangn kamu dulu? Walaupun aku juga tidak yakin jika kamu akan menyesali jika akhirnya aku pergi dari dirimu. Maaf jika aku banyak bertanya saat aku sudah tau jika kamu tidak suka dibanjiri pertanyaan. Jika kamu tidak suka ditanya, jangan memancing orang untuk menanyai dirimu. Aku kehilangan dirimu saat aku merasa sangat dicintai dan berpikir bahwa orang tersebut tak akan pernah pergi meninggalkanku sehingga aku berlaku egois. Lalu sekarang? Apakah kamu tidak mau belajar dari hal tersebut? Aku takut jika aku juga bisa menjadi dirimu, muak dengan semuanya, walaupun akan terlalu sayang untuk melepaskannya. Aku bukanlah wanita yang kuat, aku sangat mudah menitihkan air mata dalam segala kondisi. Jika kamu berkata kamu seperti ini karena kamu mengalami masa peralihan menuju dewasa yang lebih matang, baguslah. Tetapi jika semua ini karena lingkungan, aku tidak akan menyuruhmu untuk menjauhi lingkungan tersebut, aku hanya minta bahwa kita bisa berpikir terbuka untuk menyikapinya dan bukan dengan hal-hal yang menyakitkan seperti ini.
Aku hanyalah wanita biasa, yang masih ingin sedikit perhatian darimu. Aku ingin seperti mereka yang dikhawatirkan, dilarang tentang sedikit hal yang memang salah, dinasehati saat melakukan hal bodoh, dibuai dengan sedikit candaan yang kurasa membuat semua ini semakin hangat. Tapi apalah dayaku, mengharapkan hal sekecil itu saja aku sungguh merasa berdosa karena berusaha menodai kebebasan waktumu dalam menjalankan aktivitas dengan berharap mendapatkan remahan dari secuil waktumu tersebut. Apalagi meminta sebuah pertemuan, haha, aku tak sekeji itu. Dalam lubuk hatiku, terkadang aku iri dengan mereka yang dapat berbagi, dibelai dengan lembut kepalanya, ditanya hal apa saja yang terlewat saat masa berpisah, bercanda berdua, segalanya. Ya, seperti kita, dulu...
“Karena, wanita yang kuat sekalipun, ada kalanya dia butuh seseorang yang lebih kuat darinya, yang dapat membuatnya merasa aman dan nyaman.”

Sunday 3 April 2016

Kejarlah mimpimu, Merpatiku

Gemericik hujan membuat riuh suasana seakan ingin beradu dengan lantunan melodi lagu yang mengiringi kesunyian malam. Belum ada sebulan Tuhan telah menganugerahkan usia yang genap dapat dikatakan batas antara masa remaja dengan masa dewasa dan kurang dari sebulan juga kamu akan dianugerahkan oleh Tuhan juga usia yang sama genapnya denganku. Meskipun usia bukanlah penentu kedewasaan seseorang dengan banyak opini publik yang mengatakan jika belum tentu dia yang lebih tua akan lebih bijaksana didalam hidupnya, namun pada realistisnya, dengan bertambahnya usia maka seseorang akan juga diberikan beban lebih yang mewajibkan dirinya untuk tetap dapat menjalani smua itu entah dengan pelajaran pendewasaan atau hanya sekedar untuk dapat melewatinya tanpa mendapat apapun.
Sekarang bukan saatnya lagi kita bermain-main, aku dan kamu, kita sudah mencapai 1/5 abad. Merpatiku, merpati putihku, terbanglah kejarlah semua hal yang menurutmu benar. Tapi apa salahku? Bukankah aku juga harus mengejar impianku? Impian yang nantinya dalam logika dan hatiku akan tetap bermuara padamu, merpatiku, semuanya. Sekarang aku mulai mempertanyakan smuanya, salahkah keadaan ini? Apakah pertemuan dan hubungan ini salah? Semakin aku dalami maka akan semakin sakit. Entah dengan kesengajaan atau dengan tidak sengaja, selalu saja kamu menyakiti aku dengan kejam. Kejam bukan berarti kekerasan, justru hal yang lebih buruk dari itu karena ini membunuhku secara perlahan. Membunuh segalanya, serasa semua gelap seraya mengikis semangat dalam menjalani hari-hari hingga tidak ada keceriaan. Apa salahku hingga aku harus merasakan hal seperti ini darimu? Aku tidak akan menyalahkanmu, karena kamu tau bahwa aku sangat menyayangimu dan aku sudah berjanji bahwa aku akan selalu berpikiran yang positif akan semua tentangmu. Tapi aku hanya wanita biasa, hubungan ini tidak seperti hubungan yang biasa. Kamu tau betapa susahnya menjalani ini, aku tidak mengeluh hanya saja semakin lama semakin terasa betapa beratnya. Seharusnya hubungan ini berjalan dengan baik saja, aku bukan wanita yang selalu dapat merengek untuk dapat bertemu denganmu setiap waktu, begitupun kamu, bukan lelaki yang sewaktu-waktu bisa datang untuk menjemput dan menjalani seharian berdua. Aku bebas, kamu bebas. Kenapa aku tak merasa sebebas itu? Justru hubungan ini menjaga aku untuk senantiasa menjaga diri dan hati. Apakah kamu juga melakukan hal yang sama denganku? Entahlah. Seberapapun aku mengekang, jika tujuanmu pergi maka kamu akan pergi dan juga seberapapun aku bebaskan kamu, jika tujuanmu menetap maka kamu akan selalu ada disini. Ini rasanya salah, sangat salah, apakah aku yang salah? Membuatmu menjadi pengekang pikiranku, yang justru kamu tidak pernah melakukan itu, mungkin kamu hanya tidak sadar. Taukah kamu betapa linglungnya aku sekarang, kehilangan fokus pada smua hal yang aku lakukan, karena kamu, memikirkan kamu. Kemana perginya dirimu? Aku bebaskan kamu melakukan semuanya, mengejar asa dan mimpimu, merpatiku. Tapi tidak bisakah kamu kembali kerumahmu ini sebentar saja? Mampirlah. Bertanya bagaimana keadaanku, tanpamu. Hancur. Hancur. Hancur. Mungkin juga maksudmu adalah membebaskan aku mengejar asa dan impianku, tapi tidak dengan seperti ini. Ini semua rasanya seperti hukuman buatku. Tanpa kabarmu, tanpa sapamu, ini bukan bebas, ini pembunuhan diri secara perlahan. Aku tau bukan itu tujuanmu, tapi itulah yang aku rasakan. Sampai kapan semua ini? Apakah memang ini jalan untuk mengakhiri semuanya? Aku tidak tau. Aku sudah mempersiapkan semuanya, persiapan perayaan genapnya usiamu, kejutan mungkin atau kejutan yang tidak akan membuat terkejut dan bisa jadi hal terburuknya adalah kejutan yang tidak akan pernah menjadi kejutan. Jarak diantara kita tidaklah dekat sedekat jengkal tangan ini. Jadi membutuhkan banyak persiapan untuk suatu pertemuan, dan aku tidak tau apakah pertemuan ini akan berjalan dengan baik atau justru menjadi akhir dari setiap pertemuan lalu-lalu kita yang sebelumnya telah dipersiapkan dengan baik.
Tapi aku tau jika akan semakin salah jika aku mempertanyakan dan menyalahkan Tuhan atas semua ini, aku tau bahwa ada rencana besar dariNya yang pasti terbaik untukku, untukmu, untuk kita, apapun itu. Sudahlah, sekarang bukan saatnya lagi bermain-main. Dengan menulis ini aku harap ketidakfokusan yang menghantui aku lenyap untuk sementara, sebab aku harus menunaikan salah satu kewajibanku, suatu ujian yang harus dilewati untuk selangkah lebih dekat dengan impianku, impian kita. Aku hanya bisa berdoa dan berharap bahwa kamu bahagia disana, dengan apapun, dimanapun, dan dengan siapapun kamu. Untuk kamu, merpatiku, nama yang selalu aku selipkan pada tiap doa yang aku panjatkan. Selamat malam, aku merindukanmu, aku merindukanku, tolong kembali, kembalilah dan kembalikan aku.

Dariku, yang merindu


"Karena apapun yang kamu lakukan, pintu hatiku masih akan selalu terbuka untukmu, merpatiku. Karena merpati tau kemana dia akan kembali."

Thursday 14 January 2016

14 Januari 2016.

Hari ini 14 Januari 2016, 14 Januari keempat yang pernah kita kenal.
Dimana aku sekarang? Semua terasa gelap dan rasanya aku tersesat. Rasa sakit itu kembali muncul dan mencuat bagai akar yang tidak cukup ditampung tanahnya. Tertusuk, aku merasakan lagi tangisan mendalam itu, tangisan yang aku benci. Tangis yang sakitnya terasa hingga menembus rusuk didada ini.
2013...
Adalah awal dimana semua dijalin, jika aku boleh mengatakan sesuatu tentang tahun itu, maka aku akan berterima kasih kepada Tuhan karena telah mempertemukan aku dengan sosok yang begitu indah, menawan, dan segalanya yang terbaik yang pernah diberikan Tuhan kepada makhluk ciptaanNya. Tahun ini terasa sangat mudah untuk dijalani, dua insan yang dipertemukan dengan suatu alasan yang sama, yaitu perasaan ingin dicintai. Dan ya, kita mendapatkan itu semua. Betapa bahagianya semua ini, aku rasa. Tapi bukan berarti semua berjalan sangat mulus karena semulus apapun hal yang dilalui akan tetap ada batubatu kecil yang dapat menyandung dan membuat kita terperosok. Untung kita dapat melewati ini smua. 2013, aku merindukanmu.
2014...
Tahun baru yang aku rasa semua akan berjalan seperti semestinya. Satu tahun telah berlalu, aku sangat yakin kita pun juga dapat melewati ini dengan mudah. Begitu banyak kenangan manis yang kita lalui untuk menyambut tahun ini. Bahkan aku masih mengingat semua detail terkecil hal-hal yang kita lakukan karena aku sangat menghargai pertemuan-pertemuan singkat yang kita dapatkan. Oiya, aku melupakan sesuatu, aku lupa mengatakan bahwa kita tidak seperti pasangan yang semestinya. Kita menjalani suatu hubungan yang mana hanya orang kuatlah yang mampu menghadapinya. Jangankan menggandeng tangan, mendengar suaranya saja sudah sangat membuat hati ini bahagia. Kami bertemu mungkin hanya bisa 6 bulan sekali waktu, dalam waktu itu ada 7 hari, dan dalam 7 hari itu aku harus mau berbagi dengan orang lain yang juga merindukanmu. Maka dari itu, aku akan selalu mengingat detail tiap pertemuan kita, tidak peduli apakah kamu masih ingat atau tidak. Di tahun ini, benar, semua berjalan sesuai dan semestinya tapi hanya sampai setengah jalan saja. Di bulan penghujung tahun ini, mulai timbul batu-batu yang tidak lagi kecil. Semakin banyak tantangan yang harus dihadapi sehingga membuat kita terjebak pada suatu dilema yang akhirnya membuat penderitaan mendalam untuk tahun selanjutnya.
2015...
Jangankan untuk mendengar suaramu, mendengar dering hp saja sudah sangat membuat aku bahagia. Kenapa? Disini adalah awal dari segalanya, segala yang tidak akan pernah terbayangkan logika. Aku harus mulai terbiasa tanpa sapaan manis, tanpa suara merdu, tanpa kabar darimu yang sangat aku nantikan. Disini aku mulai belajar bagaimana hidup tanpa dirimu. Walaupun aku masih ingat kata-kata terakhir sebelum kita memulai tahun ini, kamu berkata bahwa “kita tidak akan pernah berubah, kita akan tetap menjadi kita yang dulu” sambil kamu memelukku seraya menenangkan aku dari tangisanku. Mungkin itu kamu lakukan karena kamu ingin membuat aku tenang sebelum kita akhirnya berpisah untuk waktu yang lama lagi sebelum menanti pertemuan berikutnya. Ternyata kata itu hanya sebatas kata. Justru sebuah goresan luka yang sampai sekarang masih membekas masih terasa sakitnya. Aku dapat merasakan perih saat menangis, rasa perih yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya walaupun aku sedang menangis tersedu. Kamu telah pergi dan memilih dia.
Tapi yang tak pernah aku lupakan juga, tahun ini mengajarkan aku bagaimana untuk menjadi kuat, untuk menjadi tidak lemah. Rasa takutku akan kehilanganmu yang berlebihan sudah menjadi suatu kenyataan di depan mata. Tapi aku bertahan. Tapi tidak sejelek itu yang terjadi pada tahun ini, sebab saat aku mulai bisa terbiasa tanpa kamu, mulai melepasmu, justru saat itulah kamu kembali. Pertengahan tahun ini, kita memulai semuanya dari awal lagi. Ya aku sangat bahagia, walau aku tau rasanya sudah tidak sama, sangat berbeda. Dan sejujurnya aku benci sesuatu yang berbeda itu. Bukan karena aku tidak terbuka akan hal yang baru, aku benci berbeda karena hal itu hanya akan menyakitkan. Akhirnya tahun ini berlalu, dan kita mulai membuka lembaran baru.
2016...
          Aku dan kamu sudah menjadi kita yang seutuhnya, pikirku. Tapi aku tidak tau apa yang ada didalam pikiranmu, dan aku tidak mau menghabiskan waktuku untuk memikirkannya. Sebab terkadang menjadi tidak tau itu menenangkan serta menjalani hidup dalam kebohongan dialog yang dibuat sendiri didalam otak. Untuk saat ini, aku merasa tidak apa-apa hidup dalam dialog yang aku buat sendiri. Kamu masih belum mengetahui, apapun yang aku lakukan sekarang adalah berusaha menjadi yang terbaik untukmu tanpa melupakan untuk menjadi menyenangkan. Betapa takutnya aku untuk kehilanganmu untuk kedua kalinya kebahagiaan ini terenggut oleh tangan-tangan laknat yang tidak tau betapa sulitnya mempertahankan. Walaupun rasa takut yang sekarang sudah bisa aku kendalikan agar tidak menjadi berlebihan seperti sebelumnya. Satu hal yang harus kamu tau, “Aku tidak akan bisa marah kepadamu”. Tapi dirimu selalu saja membuat hal yang memancing aku untuk mengekspresikan diri dengan cara yang salah. Banyak hal yang aku bingung bagaimana cara menyampaikannya, karena aku tau aku sudah tidak berbicara pada orang yang sama lagi, semua terasa lebih sulit untuk dibicarakan, aku lebih memilih untuk memendamnya dan menangis dalam kesendirian. Apakah kamu tau apa yang mau? Sedikit saja perhatianmu, perhatian yang lebih banyak dari sedikit yang biasanya kamu berikan untukku. Hanya untuk beberapa waktu saja, misalnya hari ini, hari kita mengenang segalanya, hari kita memulai, hari kita mengakhiri. Tapi aku rasa kamu tidak tertarik lagi dengan hal ini. Baiklah jika demikian, aku akan merayakannya sendiri. Kamu biarlah kamu yang lebih suka menceritakan amarah dan penatmu pada media yang tidak hidup, dunia semu itu. Kamu bukan kamu yang mencintai dan membutuhkan aku, lagi. Kamu adalah kamu yang aku harap masih bisa menjadi bagian dari diriku yang telah hilang. Ya Tuhan aku berdoa agar tahun yang belum aku lalui dan baru akan aku mulai ini akan berjalan dengan baik, dengan bimbinganMu.

"Aku bukanlah seorang penyair yang pandai bermain kata dan frasa ataupun penulis yang mampu merangkai kata indah, layaknya dirimu. Sungguh akupun pernah mengatakan bahwa aku tak akan bisa menandingi sosokmu itu. Karena apapun yang kamu lakukan, pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu. (bahkan hingga sekarangpun aku masih merasa demikian)"

Sunday 13 September 2015

Jangan Marah, Aku Takut...


Siang ini sangat terik rasanya, musim yang sudah tidak bisa diprediksi lagi, apakah ini akan hujan atau panas? Bumi sudah berubah, seperti kamu. Malam tadi aku tidak bisa tidur, entah apa yang membuat aku tidak nyaman, ada perasaan yang memaksa aku untuk terus terjaga disaat yang lain sudah bermain di alam mimpinya masing-masing, termasuk kamu aku rasa. Aku tidak tahu apa yang kamu lakukan tadi malam sebab kamu tidak menghubungi aku, tidak menjadi masalah buatku karena aku ingin menghargai kamu serta kesibukanmu. Aku sudah bilang bahwa aku hanya akan meminta waktumu sejam dalam seminggu, aku tidak akan mengganggu kamu dengan pesan-pesan dan misscall yang akan memenuhi layar notifikasi telepon genggam milikmu.
Wanita itu kuat, hanya saja mereka juga memiliki titik lemah. Mereka juga bisa tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tidak wajar ataupun tiba-tiba menitihkan air matanya. Mungkin karena hal-hal yang memenuhi hati dan pikirannya sudah tak mampu lagi dikendalikan. Seperti aku, aku hanyalah manusia biasa, yang terkadang maaf jika membuatmu marah dan tidak sabar. Banyak sikap dan sifat yang sepertinya kamu tidak suka. Tapi ketahuilah tak ada satupun hal yang aku lakukan semata-mata untuk membuat kamu sedih apalagi marah. Aku tidak lagi dapat merasakan emosi ataupun marah padamu, satu hal, aku takut akan kehilangan kamu (lagi). Maka dari itu, terkadang aku bisa menangis tiba-tiba diantara percakapan kita, itu karena aku sudah tak sanggup lagi berkata. Saat aku diam dalam percakapan bukan berarti aku hanya ingin mengganggu waktu luangmu. Aku merindukanmu. Apa yang bisa aku lakukan? Selain melihat sosok dirimu dari sebuah frame, yaitu mendengar suaramu. Tapi sulit untuk bisa mendengar suaramu hingga aku menjadi manja saat berhasil bisa mendapat sedikit waktumu, maaf.
Jangan bentak aku, aku tidak suka dibentak. Saat aku salah, memberitahu dengan baik-baik juga bisa, kan? Mungkin saat kamu beritahu baik-baik aku hanya bisa ngeyel, tetapi didalam hatiku, aku selalu mendengar dan berusaha memahami kata demi kata yang kamu tuturkan untukku. Karena aku tau kamu juga ingin aku menjadi lebih baik lagi. Aku takut saat kamu marah, aku hanya bisa apa? Diam dan menangis. Berusaha mencari letak kesalahan agar aku bisa memperbaiki. Tapi aku tidak melihat peluang darimu agar aku bisa masuk dan membenarkan yang salah. Caramu mangakhiri percakapan, sangat membuat aku sakit. Tanpa salam tanpa sayang, bahkan saat aku masih berbicara tiba-tiba suara nada terputus terdengar. Sakit sekali rasanya. Aku takut menghubungi lagi rasanya, kamu sama sekali tidak berminat denganku.
Aku pernah mencintai seseorang sebelum kamu, dia baik. Tapi akhirnya dia juga meninggalkan aku dengan wanita lain, kebaikannya makin lama makin berubah. Dia dahulu bak pangeran yang siap dengan segala resiko melawan tantangan didepan mata demi sang putri impiannya. Tapi dia tak lebih dari serigala berbulu domba pada akhirnya. Saat aku mulai terlelap tadi malam, muncul pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku, apakah kamu akan seperti itu? Betapa aku wanita yang tidak beruntung jika memang iya. Selalu berusaha mencintai dan menjadi sebaik mungkin, namun selalu diabaikan dan tidak dihiraukan. Tapi aku sama sekali tidak pernah membayangkan kamu akan jadi seperti itu, aku sedang belajar menjadi orang yang selalu berpikiran positif. Aku butuh kamu, dukunganmu, sayang darimu. Bimbing aku dengan kasih sayang agar kita bisa menjadi apa yang kita impikan kelak. Kamu masih ingat kan dengan mimpi-mimpi kita? Bahkan aku tak akan pernah lupa satu kata dalam deretannya.